Jakarta – Konsorsium Penegakan Hukum Indonesia (KOPHI) mengecam penundaan eksekusi perkara Siplester oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan. Putusan kasus ini sudah berkekuatan hukum tetap sejak 2019.
Ketua Umum KOPHI, Rudy Marjono, menyebut penundaan selama enam tahun adalah pembangkangan terhadap putusan pengadilan. Ia menilai hal ini merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
“Kejari Jakarta Selatan tidak punya alasan hukum menunda eksekusi ini. Rakyat berhak tahu ada apa di balik semua ini,” tegas Rudy.
KOPHI menduga pembiaran ini bukan kelalaian administratif. Mereka menilai ada indikasi penyalahgunaan kewenangan atau intervensi pihak tertentu. Situasi ini, kata Rudy, memunculkan kesan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Organisasi ini menuntut Kejari Jakarta Selatan segera melaksanakan eksekusi tanpa dalih. KOPHI juga meminta Jaksa Agung memeriksa jaksa yang menangani perkara tersebut.
Selain itu, KOPHI mendorong Komisi Kejaksaan RI dan Komisi III DPR RI memanggil Kejari Jakarta Selatan untuk memberi keterangan terbuka kepada publik.
“Kami siap menggerakkan aksi publik, advokasi media, hingga langkah hukum. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” tegas Rudy.
Tidak ada komentar