BANYUWANGI – Malam penuh keceriaan di Desa Sraten, Kecamatan Cluring, mendadak berubah jadi bencana. Dalam pagelaran kirab budaya sound horeg, sebuah mobil Toyota Innova hitam melesat tak terkendali dan menghantam empat penari di barisan belakang, Rabu malam (20/8/2025). Jerit panik penonton bercampur tangis keluarga pecah, meninggalkan luka fisik sekaligus luka batin yang sulit terobati.
Kapolsek Cluring, Iptu Putu Ardana, menjelaskan bahwa pengemudi mobil berinisial M diduga kurang terbiasa mengendarai mobil bertransmisi otomatis (matic). “Mobil itu tiba-tiba meluncur ke arah peserta yang sedang menari. Mereka tidak sempat menghindar,” terangnya, Kamis (21/8/2025), dikutip dari Rubicnews.com.
Benturan keras membuat empat penari tersungkur. Mereka segera dilarikan ke RS wilayah kota Genteng. Saat itu dua korban sudah pulang, sementara dua lainnya sempat menjalani operasi akibat patah tulang serius. Hingga kini, meski kondisi berangsur membaik, mereka masih harus berjuang menghadapi rasa sakit.
Ironisnya, di tengah penderitaan korban, pihak yang seharusnya hadir memberi dukungan justru merasa tenang Karna pengobatan ditanggung jasa Raharja
Sunarto, salah satu kerabat korban, meluapkan amarahnya.
“Yang paling bertanggung jawab adalah penyelenggara dan pemberi izin! Kalau tidak ada izin, tidak mungkin ada kegiatan, dan tragedi ini pun takkan terjadi. Camkan itu, Jadi orang ya mbok ngerti unggah-ungguh, tegasnya dengan suara bergetar.
Menurutnya, pemerintah desa, panitia, hingga kepolisian sebagai pemberi izin tak bisa lepas tangan.
“Mereka harus bertanggung jawab penuh. Jangan hanya lepas tanggung jawab setelah kejadian,” tambah Sunarto.
Di sisi lain, perhatian datang dari
KBSB atau Keluarga Besar Sound System Banyuwangi merupakan komunitas yang menaungi para pecinta dan pelaku usaha sound system di Banyuwangi, telah menjenguk seluruh korban tanpa kecuali.
“Saya salut dan angkat jempol untuk KBSB yang peduli. Terima kasih banyak,” pungkas Sunarto.
Tragedi Sraten kini tak hanya meninggalkan korban luka, tetapi juga menyisakan luka sosial: kekecewaan warga terhadap pemerintah desa yang dinilai abai di tengah musibah.
Tidak ada komentar